Minggu, 30 Desember 2012

Tugas Biologi Perikanan


FAKTOR PEMBATAS
Beberapa bentuk perlawanan lingkungan akan menghentikan pertumbuhan penduduk. Bentuk perlawanan lingkungan disebut faktor pembatas karena membatasi populasi dan juga dapat meningkatkan populasi. Inilah klasifikasinya kepadatan faktor independen dan kepadatan tergantung faktor.
FAKTOR KEPADATAN INDEPENDEN (DENSITY INDEPENDENCY)
Faktor kepadatan independen dapat mempengaruhi populasi tidak peduli apa itu kepadatan itu. Contoh: bencana alam, temperatur, sinar matahari, aktivitas manusia, karakteristik fisik dan perilaku organisme mempengaruhi populasi setiap dan semua terlepas dari kepadatan mereka.
Bencana alam seperti kekeringan, banjir, badai dan kebakaran dapat menyengsarakan biota perairan. Sebagai contoh, kekeringan yang parah bisa menurunkan kadar air dan menurunkan daya dukungnya maka populasi akan menurun.
Suhu mempengaruhi aktivitas dan pertumbuhan organisme. Suhu juga menentukan jenis organisme dapat hidup di danau. Biasanya, semakin tinggi suhu air, besar aktivitas dalam danau. Jika suhu bervariasi menyebabkan spesies akan mati atau pindah ke yang berbeda lokasi. Suhu juga mempengaruhi sifat kimiawi air. Tingkat reaksi kimia dalam air meningkat dengan meningkatnya suhu. Misalnya, air hangat memegang kurang oksigen daripada air dingin, sehingga meskipun ada lebih banyak aktivitas di air hangat ada mungkin tidak cukup oksigen untuk kegiatan terus untuk jangka waktu yang lama.
Sinar matahari hanya dapat menembus hingga kedalaman 30 meter dalam air. Jadi kebanyakan fotosintesis di lingkungan perairan terjadi dekat permukaan. Ini berarti bahwa kebanyakan tanaman tidak dapat tumbuh jika mereka berada di dasar danau yang dalam.
Aktivitas manusia juga dapat mempengaruhi dinamika populasi menyebabkan tingkat air di perairan tiba-tiba menurun.
Karakteristik fisik dari organisme dapat mempengaruhi populasi mereka. Banyak organisme diadaptasi dan berevolusi untuk meningkatkan kesempatan mereka untuk bertahan hidup.
Perilaku organisme juga dapat mempengaruhi populasi mereka. Sebagai contoh, beberapa spesies bermigrasi untuk mencari sumber makanan baru atau untuk kawin.

Sumber : The Effects of Density-Dependent Resource Limitations on the Demography of Wild Reindeer Author(s): T. Skogland Source: The Journal of Animal Ecology, Vol. 54, No. 2 (Jun., 1985), pp. 359-374 Published by: British Ecological Society Stable URL: http://www.jstor.org/stable/4484 

Tugas Biologi Perikanan


POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA

          Ikan kuniran (Mullidae) adalah kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis dan tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia (Ernawati and Sumiono, 2006). Walaupun bukan merupakan tangkapan utama, namun ikan kuniran selalu tertangkap oleh para nelayan. Akibat tangkapan secara terus menerus menyebabkan populasi ikan kuniran mulai menurun. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai biologi reproduksi yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan di Teluk Jakarta.
          Ikan contoh diambil untuk analisis hubungan panjang berat dan untuk analisis aspek reproduksi. Pola pertumbuhan dan reproduksi merupakan informasi yang mendasar bagi pengelolaan dan pemanfaatan, pada sumberdaya ikan kuniran. Informasi penting diantaranya adalah faktor kondisi, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, diameter telur dan ukuran ikan pertama kali matang gonad.
          Pertumbuhan merupakan suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi dan lingkungan. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu jumlah makanan yang tersedia dan kualitas air, faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah keturunan, jenis kelamin, umur dan penyakit (Effendie, 2002). Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai (Tutupoho, 2008). Keadaan lingkungan perairan yang buruk akan mempengaruhi kisaran ukuran ikan yang tertangkap (Komara, 1983 in Brojo and Sari, 2002). Makanan yang dimakan oleh ikan tidak hanya digunakan untuk pertumbuhan, namun energi juga digunakan untuk metabolism aktivitas, osmoregulasi dan reproduksi (Fujaya, 2004).
          Menurut Dwipunggo (1982) in Harahap and Djamali (2005), kecepatan pertumbuhan akan berlainan setiap tahunnya terutama pada ikan yang masih muda. Kecepatan pertumbuhan ikan muda relatif lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang sudah besar. Hal ini besar kemungkinan disebabkan keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan.

Sumber : Skripsi Nina Triana, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB, 2011

Selasa, 11 Desember 2012

Limnologi

pengurangan bertahap dalam konsentrasi POC. Peningkatan POC umumnya diamati selama periode sirkulasi saat sedimen surficial terganggu dan resuspended ke dalam kolom air. Dalam danau kurang produktif, POC hypolimnetic umumnya tidak sangat bertambah kecuali hypolimnion rendah menjadi anaerob misalnya, di bagian akhir musim panas ketika stratifikasi populasi bakteri atau ganggang khusus dapat berkembang pada profesi. Dalam danau hipereutrofik yang menerima input besar plankton yang POC pesisir, hypolimnia ini dengan cepat diberikan anoksik (sebagaimana dicontohkan oleh wintergreen Danau) dan produktivitas bakteri berkontribusi terhadap peningkatan ditandai di POC.
Jumlah POC pelagis dari danau relatif konstan dari tahun ke tahun, asalkan sistem danau tidak terganggu oleh pengaruh eksternal seperti pengayaan dari aktivitas manusia. Rasio DOC ke POC agak konstan pada sekitar 10:1 di mos produktif untuk danau cukup produktif tetapi lebih rendah dan lebih bervariasi di sungai. Penyimpangan froms ini rasio 10:1 dengan kedalaman dan musim merupakan perairan kecil kurang produktif. Sebagai danau menjadi eutrofik lebih, DOC: rasio POC naik turun secara drastis dengan musim dan kedalaman. Pada contoh Danau wintergreen rata-rata tahunan adalah sekitar 5:1 tetapi selama periode pertumbuhan alga dan bakteri intensif, ransum menurun hingga 1:1 atau kurang meningkat menjadi sekitar 10:1 selama periode gagal sirkulasi. Di danau sungai dan waduk dengan pembebanan allochthonous tinggi POC, DOC: rasio POC berfluktuasi dan memiliki lebih rendah dari nilai rata-rata global
Dalam sebuah danau produktif di MIchigan menemukan bahwa partikulat detritus organik merupakan 1,3-16,9 kali biomassa phytoplankton dan terdiri> 50% dari seston. Sisa dari seston didominasi oleh materi anorganik, seperti CaCO3 partikulat dan silika.
Perkiraan penggantian karbon sel alga dalam POC pelagis telah dibuat dari pengukuran biomassa karbon sel alga dan tingkat produksi primer bersih. Kompensasi kerugian resipiratory karbon, akumulasi bersih harian dari POC dapat diperkirakan dari produksi primer bersih. The POC epilimnetic total suspended dari Lawrence Danau memiliki waktu penggantian rata-rata (omset) dari 40,7 hari (kisaran 8,1-544 hari) Di kolam POC, rata-rata 83 mg C m -2 adalah sel karbon alga yang digantikan oleh produktivitas primer dalam 1,1 hari selama musim bebas es. Karbon sel alga memiliki waktu penggantian tahunan rata-rata 3,6 hari.
Generalisasi pada siklus karbon organik di kalangan populasi phytoplantonic sulit untuk membuat karena kurangnya data dalam kondisi alamiah. Konsentrasi POC dari zona pelagis biasanya jauh lebih besar di danau eutrofik daripada di perairan subur. Perbedaan konsentrasi DOC kurang ditandai dalam transisi dari oligotrophic ke perairan yang sangat eutrofik. Karbon sel alga biasanya meningkat nonlinearly dengan meningkatkan kesuburan dan sedikit kecenderungan untuk bangsal sel alga ukuran gerater ditemukan di danau eutrofik. Penggantian waktu karbon sel alga oleh produksi primer bersih biasanya lebih besar daripada di perairan eutrofik ologitrophic, tetapi meningkat di masa repalcement tidak sebanding dengan peningkatan karbon sel. Oleh karena itu, di perairan yang kurang subur, sel-sel alga yang phtosynthesizing lebih per satuan karbon sel memiliki karbon yang lebih besar per sel.

Senin, 10 Desember 2012

ekoper

MAKALAH HASIL PRAKTIKUM
EKOLOGI PERAIRAN TROPIS
EKOSISTEM SUNGAI

Kelompok 3
Disusun Oleh :
            1. Sekar Mentari Putri         26010211130028
            2. Amanda Mega Putri        26010211130030
            3. Ana Yuliana            26010211130036
            4. Dewi Masitoh             26010211120007
            5. Thifal Dwipurnadhani        26010211140076
            6. Tika Damarsari S            26010211130041
            7. Fajar Adi Purnomo        26010211140086
            8. Fandy Malik            26010211130077
            9. Katon Adi Wicaksono        26010211140083

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONOGORO
2012
II.    Materi dan Metode
2.1    Materi
2.1.1    alat
    Alat yang digunakan pada praktikum ekologi perairan tropis adalah sebagai berikut:
No    Nama Alat    Ketelitian    Kegunaan
1.    Secchi Disk    1 cm    Untuk mengukur kecerahan dan kedalaman
2.     Bola arus    -    Untuk mengukur arus
3.    Cetok pasir    -    Untuk mengambil substrat
4.    Nampan    -    Untuk meletakkan biota
5.    Saringan tepung    -    Untuk menyaring substrat
6.    Termometer    1oC    Untuk mengukur suhu
7.    Plastik bening    -    Untuk mengambil air sampel
8.    Stopwatch    -    Untuk menghitung waktu
9.    Refraktometer    0,001    Untuk mengukur salinitas
10.    Pipet tetes    -    Untuk mengambil larutan
11.    Papan data    -    Untuk mencatat data hasil praktikum
12.    Tisu gulung    -    Untuk membersihkan alat
13.    Spidol marker    -    Untuk menulis hasil di papan data
14.    Buku literatur    -    Sebagai referensi hasil praktikum
15.    Trash bag    -    Untuk tempat sampah
16.    Daftar nilai kelompok    -    Untuk mencatat nilai
17.    Gelas plastik    -    Untuk mengambil air minum


2.1.2    bahan
    Bahan yang digunakan pada praktikum ekologi perairan tropis adalah sebagai berikut:
No    Nama Bahan    Ketelitian    Kegunaan
1.    pH universal    -    Untuk mengetahui nilai pH
2.    Aquades    -    Untuk mengkalibrasi rafraktometer


2.2     Metode
2.2.1     Parameter fisika
a.    Kecerahan
    Metode yang digunakan pada pengukuran kecerahan dalam ekologi perairan tropis adalah dilakukan dengan menggunakan secchi disk yang digunakan berupa piringan hitam berdiamter 20-30 cm dicat hitam putih berselang-seling. Skala pada tongkat atau tali piringan secchi disk dibaca yang dimasukkan ke dalam air dimana piringan tersebut tidak terlihat, dengan skala dimana piringan secchi disk terlihat.
b.    Kedalaman
    Metode yang digunakan pada pengukuran kedalaman dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah dilakukan dengan menggunakan tali atau tongkat berskala atau menggunakan secchi disk.
c.    Arus
    Metode yang digunakan pada pengukuran arus dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah dilakukan dengan menggunakan bola arus (jeruk) yang diikat dengan tali raffia sepanjang 1 meter. Bola arus dibiarkan mengapung di atas air kemudian dihitung waktu yang ditempuh bola sepanjang 1 meter dengan menggunakan stopwatch. Kemudian dihitung dengan cara jarak yang ditempuh bola arus (1 m) dibagi waktu (detik).
d.    Suhu
    Metode yang digunakan pada pengukuran suhu dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah

e.     Substrat
    Metode yang digunakan pada pengambilan substrat dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah dilakukan dengan substrat diambil dari dasar perairan kemudian diamati warna, bau dan tekstur substrat.

2.2.2    Parameter kimia
a.    Salinitas
    Metode yang digunakan pada pengukuran salinitas dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah dilakukan dengan air sampel diambil dan diteteskan pada refraktometer dengan menggunakan pipet tetes yang sebelumnya sudah dikalibrasi dengan aquades. Refraktometer diarahkan kea rah cahaya matahari dan dilihat nilai salinitasnya.
b.    pH
    Metode yang digunakan pada pengukuran pH dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah dilakukan dengan air sampel diambil dan pH universal dicelupkan ke dalam air sampel lalu warna pada pH universal dicocokkan serta dilihat nilai pH.

2.2.3    Parameter biologi
a.    Sampling makrozobentos
    Metode yang digunakan pada sampling makrozobentos dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah


b.    Pengamatan vegetasi
    Metode yang digunakan pada pengamatan vegetasi dalam praktikum ekologi perairan tropis adalah

Kamis, 06 Desember 2012

BioInfromatika pada Budidaya Perikanan Sekar


Peranan BIO INFORMASI dalam Analisis Keragaman Genetik Lima Populasi Ikan Nila Hitam dengan Analisis Sidik Ragam Radom Amplified Polymorphism DNA (RAPD)



Bioinfromatika merupakan ilmu terapan yang lahir dari perkembangan teknologi informasi di bidang molekular. Pembahasan di bidang bioinformatika tidak terlepas dari perkembangan biologi molekuler modern salah satunya peningkatan pemahaman manusia di bidang genocomic yang terdapat dalam molekul DNA.
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asal Afrika yang sudah diperkenalkan di banyak Negara. Ikan ini tahan terhadap penyakit, mudah berkembang biak dan toleran terhadap kualitas air yang rendah termasuk kadar oksigen terlarut yang rendah (Ditjenkan, 1991).
Penggunaan ikan nila sebagai komoditas budidaya meliputi sebagian besar wilayah di Indonesia menyebabkan pengendalian kualitas yang tidak terkontrol dan cenderung terjadi penurunan (Arifin et al., 2007). Penurunan kualitas genetk ikan secara umum ditandai dengan sifat-sifat seperti pertumbuhan lambat, tingkat kematian tinggi, kematangan gonad pada usia dini dan ukuran individu yang kecil (Leary et al., 1985).
Tujuan dari metode menggunakan teknik Random Amplified Polymorphism (RAPD) adalah untuk mengetahui keragaman genetic lima populasi nila BEST, Nirwana, Gesit, Lokal Kuningan dan Lokal Bogor.
Perbaikan mutu genetik untuk meningkatkan produksi dan produktifitas pada ikan nila dapt di lakukan dengan berbagai cara pertama dengan melakukan intoduksi jenis unggul dari luar negara  sebagai materi dasar /genetik untuk memperbaiki keragaman iakan lokalkedu dengan melakukan persilangan / hibridasi untuk mendapatkan sifat unggul yang lebih baik dari populasi asal ketiga dengan memanfaatkan keunggulan jenis kelamin jantan  keempat denganmelakukan seleksi terhadap karakter penting dan yang kelima DNA recombinat/gene transfer/trasgenetik.
 Penggunaan ikan nila sebagai komoditas budidaya sebgaian besar wilayah indonesia menyebabkan pengendalian tidak terkontrol dan cenderung terjadi penurunan . penurunan genetik ikan secara umum  di tandai dengan sifat sifat seperti pertumbuhan lambat , tingkat kematian tinngi dll Dalam mengatasi hal itu maka di perlukan penyegaran induk ikan nila dan di lakukan persilangan genetiki dan yang kami bahas adalah persilangan genetik dengan random amplified polymmorphism DNA(RAPD).

Bioteknologi Perikanan

PERANAN BIOTEKNOLOGI DALAM BUDIDAYA IKAN HIAS DI INDONESIA 

Di berbagai belahan dunia, bioteknologi merupakan tool yang terbukti mampu melipatgandakan produksi pangan secara efektif dengan target yang lebih terukur, mampu menciptakan produk yang berdaya saing, mengurangi biaya produksi, dan mengarahkan proses pengaruh intervensi manusia terhadap alam menjadi lebih ramah(Carman, 2010).
Dalam perkembangannya yang pesat dewasa ini, induk dan benih ikan hias untuk pemenuhan kebutuhan pasar tidak cukup hanya dengan mengandalkan dari alam maupun budidaya secara tradisional.  Dalam budidaya ikan hias tidak hanya penyediaan induk dan benih yang cukup, namun juga sangat diperlukan mutu yang baik.  Oleh karena itu perlu didukung dengan teknologi pengembangbiakan secara buatan yang memanfaatkan prinsip-prinsip bioteknologi.
Menurut Sumantadinata (1988), batasan dari bioteknologi bidang akuakultur adalah memiliki cakupan yang luas, salah satu yang umum digunakan adalah suatu kegiatan menerapkan prinsip-prinsip ilmiah dan rekayasa dalam mengolah bahan dari unsur hayati untuk penyediaan barang dan jasa.  Dalam bidang budidaya ikan hias, khususnya dalam pembenihan, prinsip biologi adalah sebagai sarana upaya untuk penyediaan induk dan benih ikan hias yang berkualitas.
Ditinjau dari aspek budidaya ikan hias, peran dari bioteknologi dimulai dari pembenihan, yang meliputi pematangan gonad, pemijahan / pembuahan, dan pasca penetasan unuk menghasilkan benih.  Pematangan gonad terhadap induk-induk ikan hias berbeda-beda, yang pada umumnya dilakukan rangsangan agar segara matang kelamin, sedangkan pada tingkat larva dilakukan perubahan kelamin (sex reversal).  Tahap ovulasi atau pemijahan dapat dilakukan rangsangan juga dan manipulasi kromosom.  Aplikasi bioteknologi dalam budidaya ikan hias secara garis besar meliputi dua kelompok yaitu pematangan gonad dan fertilisasi.  Peranan bioteknologi dalam bidang budidaya ikan hias mempunyai cakupan yang lebih luas di antaranya adalah rekayasa lingkungan, rekayasa genetika (teknologi ekspresi protein, mikrosatelit, RFLP, QTL, proteomics, chips DNA, vaksin DNA, transgenik), penanggulangan penyakit, dan menejemen pakan. 

Pematangan Gonad
Perkembangan gonad dan pemijahan ikan hias merupakan respon lingkungan secara alami.  Pada umumnya suhu, cahaya, musim, curah hujan merupakan faktor-faktor yang besar peranannya terhadap perkembangan gonad tersebut. 
Namun demikian, banyak jenis ikan hias yang masih belum dapat dipijahkan secara alami sepenuhnya, seperti arwana, jenis catfish, tiger fish, tilan merah, sumpit, beberapa jenis rasbora, beberapa jenis wild betta, palmas, black gost, botia, balashark, dll).  Pada pengembangbiakan ikan-ikan hias tersebut perlu adanya rangsangan hormonal atau manipulasi hormon.  Fungsi dari hormon tersebut selain untuk pematangan gonad, juga dapat digunakan untuk perubahan fenotif kelamin pada tahap deferensiasi (larva).
Menurut Sumantadinata (1988) menyatakan bahwa hormon gonadotropin dengan kadar karbohidrat tinggi dapat merangsang ovulasi.
Manipulasi hormon selanjutnya pada tahap penanganan gonad adalah rangsangan ovulasi atau pemijahan.  Menurut Zairin, 2003 menyatakan bahwa pengaruh lingkungan dapat merangsang pematangan akhir dari telur sebagai awal dari ovulasi.  Selanjutnya pemberian gonadotropin melalui suntikan ekstrak kelenjar hipofisa yang lebih dikenal dengan hipofisasi.  Berdasarkan penelitian terdahulu bahwa hipofisasi telah banyak memberikan manfaat terhadap pembenihan ikan-ikan konsumsi.  Namun demikian masih ditemukan beberapa masalah untuk dosis maupun sumber kelenjar hipofisanya.  Sumber Gonadotropin dapat berasal dari ikan, dapat pula berasal dari mamalia.  Sebagai contoh HCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang diekstraksi dari urin wanita hamil.
  
Sex ReversalPada umumnya ikan hias bersifat seksual dimorfism, sangat mudah untuk membedakan jantan dan betina pada usia tertentu atau menginjak dewasa.  Selain dari penampilan untuk ikan hias jantan yang lebih menarik, warna lebih cerah dan bagus, juga kecepatan tumbuhnya, tingkah laku, bentuk, dan ukuran (rainbow, cupang, maskoki).
Pembentukan monosex pada ikan hias dilakukan dengan beberapa perlakuan mulai dari perendaman hormon, oral, maupun dengan kromoson sex yaitu dengan gynogenesis dan androgenesis.  Selain itu juga pembentukan kelamin yang steril yaitu untuk menjadi individu yang triploid (Sumantadinata, 1988).

Manipulasi KromosomManipulasi kromosom dilakukan pada pembuahan yaitu proses penggabungan gamet jantan dan betina untuk membentuk zigot. Pada proses tersebut homologous kromosom pecah pada tahap pembelahan meiosis, dan kemudian bergabung (Rieger et al., 1979). Pada proses ini dapat dilakukan rekayasa genetika dengan manipulasi kromosom.  Sebagian besar ikan hias pembuahan terjadi di luar tubuhnya, sehingga perlakuan kromosom secara buatan dapat dilakukan pada saat gamet belum dibuahi atau pada telur yang sudah dibuahi untuk fase-fase tertentu selama pembentukan zigot. Manipulasi kromosom yang dilakukan terdiri atas dua metode yaitu gynogenesis dan polyploidi.

Kamis, 21 Juni 2012

avertebrata


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.     Hasil
4.1.1.  Klasifikasi Molusca  (Gastropoda, Bivalvia, Cephalophoda)
      a. Gastropoda :
            1. Terebra sp.
                 Kingdom    : Animalia
                 Filum          : Molusca
                 Kelas          : Gastropoda
                 Ordo           : Mesogastropoda
                 Famili         : Potomididae
                 Genus         : Terebra
                 Spesies       : Terebra sp.

             2. Conus saturatus
                 Kingdom    : Animalia
                 Filum          : Molusca
                 Kelas          : Gastropoda
                 Ordo           : Mesogastropoda
                 Famili         : Conidae
                 Genus         : Conus
                 Spesies       : Conus saturates


             3. Rhinoclavis sp.
                 Kingdom    : Animalia
                 Filum          : Molusca
                 Kelas          : Gastropoda
                 Ordo           : Megastropoda
                Famili          : Cerithiidae
                Genus          : Rhinoclavis
                Spesies        : Rhinoclavis sp.

            4. Epitonium sp.
                Kingdom     : Animalia
                Filum           : Molusca
                Kelas           : Gastropoda
                Ordo            : Mesogastropoda
                Famili          : Epitoniidae
                Genus          : Epitonium
                Spesies        : Epitonium sp.

            5. Cypracea annulus
                Kingdom     : Animalia
                Filum           : Molusca
                Kelas           : Gastropoda
                Ordo            : Megastropoda
                Famili          : Cypraeidae
                Genus          : Cypracea
                Spesies        : Cypracea annulus
b.Bivalvia :
1.Anadara sp.
    Kingdom     : Animalia
    Fillum          : Molusca
    Kelas           : Bivalvia
    Ordo            : Arcoida
    Famili          : Arcidae
    Genus          : Anadara
    Spesies       : Anadara sp.

2.Momodiolus albicoscus
    Kingdom     : Animalia
                Fillum          : Molusca
                Kelas           : Bivalvia
                Ordo            : Pteriomorpha
                Famili          : Mytilidae
                Genus          : Modiolus
                Spesies        : Miomodiolus albicoscus

            3.Gafrarium tumidum
    Kingdom     : Animalia
                Fillum          : Molusca
                Kelas           : Bivalvia
                Ordo            : Veneroida
                Famili          : Veneridae
                Genus          : Gafrarium
                Spesies        : Gafrarium tumidum

            4.Trachycardium sp.
                Kingdom     : Animalia
                Fillum          : Molusca
                Kelas           : Bivalvia
                Ordo            : Venoroida
                Famili          : Cardiidae
                Genus          : Trachycardium
                Spesies        : Trachycardium sp.

             5.Chlamys sp.
                Kingdom     : Animalia
                Fillum          : Molusca
                Kelas           : Bivalvia
    Ordo            : Siphonostomatoida
    Famili          : Pandaridae
    Genus          : Chlamys
    Spesies        : Chlamys sp.

         c.Cephalophoda
1. Loligo sp.
                Kingdom     : Animalia
                Fillum          : Molusca
                Kelas           : Cephalophoda
                Ordo            : Teuthoidea
                Famili          : Loliginidae
                Genus          : Loligo
                Spesies        : Loligo sp.

2. Sepiidus sp.
                Kingdom     : Animalia
                Fillum          : Molusca
                Kelas           : Cephalophoda
                Ordo            : Sepiida
                Famili          : Sepiidae
                Genus          : Sepia
                Spesies        : Sepia sp.

3.Octopus sp.
                Kingdom     : Animalia
                Fillum          : Molusca
                Kelas           : Cephalophoda
                Ordo            : Octopoda
                Famili          : Octopus
                Genus          : Octopus
                Spesies        : Octopus sp.
4.1.2.   Klasifikasi Polychaeta (Erantia dan Sedentaria)
       a. Errantia
            1. Nerei sp.
                Kingdom     : Animalia
                Fillum          : Annelida                                                                                    
                Kelas           : Polychaeta
                Ordo            : Aciculata
                Famili          : Nereididae
                Genus          : Nereis
                Spesies        : Nerei sp.

2. Hesionella sp.
                Kingdom     : Animalia
                Filum           : Annelida
                Kelas           : Polychaeta
                Ordo            : Aciculata
                Famili          : Hesionidae
                Genus          : Hesionida
                Spesies        : Eunice Veridis

            3. Lacydonia sp.
                Kingdom     : Animalia
                Fillum          : Annelida
                Kelas           : Polychaeta
                Ordo            : Aciculata
                Famili          : Lacydonidae
                Genus          : Lacydonia
               Spesies         : Lacydonia sp.


        b. Sedentaria
           1. Sabellaria sp.
   Kingdom      : Animalia
   Fillum           : Annelida
               Kelas            : Polychaeta
               Ordo             : Terebellida
               Famili           : Sabellaridae
               Genus           : Sabellaria
               Spesies         : Sabellaria sp.

2. Ophelia sp.
                 Kingdom    : Animalia
     Fillum         : Annelida
     Kelas          : Polychaeta
     Ordo           : Opheliida
     Famili         : Opheliidae
     Genus         : Ophelia
     Spesies       : Ophelia sp.

3. Maldanella sp.
     Kingdom    : Animalia
     Fillum         : Annelida
     Kelas          : Polychaeta
     Ordo           : Capitellida
     Famili         : Maldanidae
     Genus         : Maldanella
     Spesies       : Maldanella sp.

4.1.3.   Klasifikasi Crustacea
1. Macrobachium rosembergii
                Kingdom     : Animalia
    Filum           : Arthropoda
                Kelas           : Crustacea
    Ordo            : Decapoda
                Famili          : Palaemonidae
    Genus          : Macrobrachium
    Spesies        : Macrobachium rosenbergii

2. Penaeus monodon
     Kingdom    : Animalia
     Filum          : Arthropoda
     Kelas          : Crustacea
     Ordo           : Decapoda
     Famili         : Penaeidae
     Genus         : Penaeus
     Spesies       : Penaeus monodon

3. Penaeus marquensis
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Arthropoda
    Kelas           : Crustacea
    Ordo            : Decapoda
    Famili          : Penaeidae
    Genus          : Penaeus
    Spesies        : Penaeus marquensis

4.  Portunus pelagicus
     Kingdom    : Animalia
     Filum          : Arthropoda
     Kelas          : Crustacea
     Ordo           : Decapoda
     Famili         : Portunidae
     Genus         : Portunus
     Spesies       : Portunus pelagicus

5. Scylla serrata
    Kingdom     : Animalia
    Filum           :  Arthropoda
    Kelas           : Crustacea
    Ordo            : Decapoda
    Famili          : Portunidae
    Genus          : Scylla
    Spesies        : Scylla serata

6. Scyllarus sp.
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Arthropoda
    Kelas           : Crustacea
    Ordo            : Decapoda
    Famili          : Scyllaridae
    Genus          : Scyllarus
    Spesies        : Scyllarus sp.

            7. Panulirus sp.
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Arthropoda
    Kelas           : Crustacea
    Ordo            : Decapoda
    Famili          : Panuliridae
    Genus          : Panulirus
    Spesies        : Panulirus sp.

8. Limulus polyphemus
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Arthropoda
    Kelas           : Merostomata
    Ordo            : Xiphosurida
    Famili          : Limulidae
    Genus          : Limulus
    Spesies        : Limulus polyphemus




4.1.4.   Klasifikasi Karang (Karang Branching dan Karang Massive)
         a. Karang Massive
1. Merulilina amplicea
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Coelenterata
    Kelas           : Anthozoa
    Ordo            : Sceleractinia
    Famili          : Fungidae
    Genus          : Merullina
    Spesies        : Merullina amplicea

2. Cypastrea sp.
    Kingdom     : Animalia
                Filum           : Coelenterata
    Kelas           : Anthozoa
    Ordo            : Sceleractinia
    Famili          : Favidae
    Genus          : Cypastrea
    Spesies        : Cypastrea sp.

3. Euphyllia anchora
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Coelenterata
    Kelas           : Anthozoa
                Ordo            : Sceleractinia
    Famili          : Euphyllidae
    Genus          : Euphyllia
    Spesies        : Euphyllia anchora

 4.Trachyphyllia sp.
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Coelenterata
    Kelas           : Anthozoa
    Ordo            : Sclerectina
    Famili          : Trachyphyllidae
    Genus          : Trachyphyllia
    Spesies        : Trachyphyllia sp.

       b.  Karang Branching
1. Pocillopora sp.
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Coelenterata
    Kelas           : Anthozoa
    Ordo            : Scleractinia
    Famili          : Pocilloporiidae
    Genus          : Pacillopora
    Spesies        : Pocillopora sp.

2. Acropora sp.
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Coelenterata
    Kelas           : Anthozoa
    Ordo            : Sclerectinia
    Famili          : Acroporidae
    Genus          : Acropora
    Spesies        : Acropora sp.

3. Hydnophora sp.
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Coelenterata
    Kelas           : Anthozoa
    Ordo            : Sclrectinia
    Famili          : Faviidae
    Genus          : Hydnophora
    Spesies        : Hydnophora sp.

3. Stylopora sp.
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Coelenterata
    Kelas           : Anthozoa
    Ordo            : Sclerectinia
    Famili          : Poritidae
    Genus          : Stylopora
    Spesies        : Sylopora sp.




4.1.5.   Klasifikasi Echinodermata  (Asteroidea, Echinoidea, Sand dollar)
 a. Asteroidea
1. Protoreaster  nodosis
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Echinodermata
    Kelas           : Asteriodae
    Ordo            : Platyesterida
    Famili          : Ophidlasteridae
    Genus          : Protoreaster
    Spesies        : Protoreaster  nodosis

2. Pentagonaster sp.
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Echinodermata
    Kelas           : Asteriodae
    Ordo            : Platyesterida
    Famili          : Ophidlasteridae
    Genus          : Pentagonaster
    Spesies        : Pentagonaster sp.

3. Linckia laevigata
                Kingdom     : Animalia
    Filum           :  Echinodermata
    Kelas           : Asteriodae
    Ordo            : Paxillosida
    Famili          : Ophidlasteridae
    Genus          : Linckia
    Spesies        : Linckia laevigata

       b. Sand dollar
             1. Laganum sp.
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Echinodermata
    Kelas           : Echinodea
    Ordo            : Clypeasteroidea
    Famili          : Laganidae
    Genus          : Laganum
    Spesies        : Laganum sp.

       c. Echinoidea
1. Diadema setosum
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Echinodermata
    Kelas           : Echinoideas
    Ordo            : Cidaroidea
                Famili          : Diadematidae
                Genus          : Diadema
    Spesies        : Diadema setosum



3. Echinometra  mathaei
    Kingdom     : Animalia
    Filum           : Echinodermata
    Kelas           : Echinoideas
    Ordo            : Ardodanta
    Famili          : Echinometridae
    Genus          : Echinometra
    Spesies        : Echinometra mathaei

















4.2    Pembahasan
4.2.1 Molusca
a. Gastropoda
Rhinoclavis sp. dalam klasifikasi moluska termasuk kelas Gastropoda, ordo Mesogastropoda, famili Cerithiidae, genus Rhinoclavis. Rhinoclavis sp. memiliki bentuk tubuh kerucut yang meruncing, di sekeliling tubuhnya dipenuhi gerigi yang tidak beraturan, suture lines terlihat lebih jelas pada bagian tubuhnya sehingga menyerupai cincin yang bergerigi, suture canal juga tampak jelas sehingga aperature terlihat berwarna putih mengkilap dengan pola bergaris.
Bentuk apex yang kecil dan meruncing memiliki ukuran lebih kecil, bentuk tubuhnya yang juga ramping dan ringan membuat ukurannya semakin kecil dan panjang. Warna kuning, coklat, putih tidak terlihat rata pada bagian tubuhnya. Struktur garis pada suture lines terlihat lebih teratur.
 b. Bivalvia
            Spesies yang diamati adalah Anadara sp, Miomodiolus Albicoscus, Gafrarium Tumidum, Trachycardium sp, dan Chlamys sp. Bagian-bagian tubuh Bivalvia atau Pelecypoda  yang ditemukan adalah umbo (pusat pertumbuhan Bivalvia), mantel yaitu lapisan pada bagian sisi dalam dari shell atau cangkang yang berkilauan dan disebut juga sebagai lapisan mutiara. Pada bagian cangkangnya juga ditemukan radial rib dan growth line.
Bivalvia mempunyai dua cangkang yaitu belahan sebelah kanan dan kiri yang disatukan oleh suatu engsel yang bersifat elastis. Terdapat warna-warna yang menarik pada beberapa kerang yang di amati, seperti warna ungu, merah kecoklatan, merah muda, coklat dan putih susu. Pada kerang yang diamati juga terdapat growth line yang terlihat jelas namun ada pula growth line yang tidak terlihat jelas. Bentuk dari kerang itu sendiri tidak berbentuk lingkaran yang sempurna melainkan lingkaran yang sedikit berbentuk elips yang mempunyai berbagai macam modifikasi cangkang, seperti cangkang yang bergelombang dan cangkang yang tidak berbentuk lingkaran melainkan pipih (Suwignyo, 2005)
     Warna dan bentuk kedua belah cangkang tidak sama. Di dekat kerucut terdapat bentuk seperti telinga dan sayap pada waktu muda hewan ini melekatkan diri pada substrat dengan benang byssus. Setelah dewasa berenang zig-zag dengan cara membuka dan menutup kedua cangkangnya secara teratur. Hidup di pantai yang agak dalam, nama daerahnya kipas-kipas. Dagingnya enak dimakan dan umumnya diperdagangkan dalam keadaan kering (Nontji, 1993).

Anadara sp, memiliki warna coklat pada bagian dorsalnya sedangkan berwarna putih pada bagian ventralnya. Terdapat titik-titik yang menonjol yang berwarna putih. Pada pengamatan Anadara granusa bentuk tepinya bergerigi. Anadara granosa merupakan jenis hampir ditemukan di seluruh Indo-Pasifik wilayah timur dari Afrika ke Australia ke Polinesia ke Jepang. It lives mainly in the intertidal zone at one to two metres water depth, burrowed down into sand or mud. Anadara granosa hidup terutama di zona intertidal pada satu hingga dua meter kedalaman air, bawah ke dalam pasir atau lumpur. Adult size is about 5 to 6 cm long and 4 to 5 cm wide. [ 1 ] It has a high economic value as food, and it is kept in aquaculture . Ukuran dewasa panjangnya sekitar 5 sampai 6 cm dan lebarnya 4 sampai 5 cm (Suwignyo, 2005)
    c. Cephalopoda
         1. Cumi-cumi (Loligo sp.)
 Spesies yang kita amati dalam kelas Cephalopoda ini adalah cumi-cumi (Loligo sp.) . Preparat  yang digunakan dalam pengamatan ini adalah dengan menggunakan preparat basah yang tak beda dengan menggunakan preparat kering yaitu mengamati bagian-bagian morfologinya saja tanpa mengamati bagian anatominya.
Cumi-cumi merupakan Chepalopoda yang modern tubuhnya relatif panjang, langsing dan bagian belakangnya meruncing. Mantel pada cumi-cumi berwarna putih dengan bintik-bintik merah ungu dan diselubungi selaput tipis yang berlendir pada kedua sisi dorsal mantel terdapat sirip lateral berbentuk segitiga. Di sekeliling mulutnya terdapat 8 buah lengan dan 2 tentakel yang panjang. pada permukan lengan bagian dalam dilengkapi dengan penghisap pada bagian tentakelnya yang berfungsi untuk menangkap mangsa. Alat pergerakan Cumi-cumi berupa cerobong dan alat kemudian berupa sirip yang letaknya di ujung dorsal (Suwignyo, 2005)
Cumi-cumi memiliki semacam penyokong seperti tanduk yang keras didalam tubuhnya yang berbentuk kantong. Penyokong ini disebut pena, karena cumi-cumi memiliki kantong tinta maka cumi-cumi sering disebut binatang pena dan tinta. Kepalanya dengan otak dan mata yang besar terpasang pada bagian depan kantung tubuhnya yang lebih panjang lagi.
Bagian dorsal terdapat lengan dan tentakel. Pada bagian anterior ujung terdapat mulut yang dikelilingi oleh lengan dan tentakel. Lokasi mata tedapat pada kedua sisi kepala di daerah funnel, dua macam usus terdapat di anterior sekitar mulut, satu lebih pendek dari lengan dan satu lebih panjang dari saker pada tentakel. Di dekat mata terdapat intergumen yang tebal disebut olfactory crest, di bawahnya ditemukan olfactory groove (Nontji, 1993)
Menurut Brotowidjoyo (1994), cumi-cumi memiliki lusinan pola warna tubuh yang dapat diubah-ubah sesuai kehendaknya. Ia bisa tidak terlihat atau bisa menjadi serupa dengan lingkungan sekitarnya guna mengelabuhi pemangsa. Namun spesies ini bisa juga menjadi sangat menarik dan penuh warna untuk mengecoh agar mangsanya mendekat atau untuk memikat pasangannya.
2. Sotong (Sepia sp.)
Sotong mempunyai cangkok internal atau tidak sama sekali. Kepalanya besar dengan mata besar yang berstruktur kompleks. Mulut dengan rahang yang dilengkapi 8 – 10 tentakel. Mempunyai sifon yang digunakan sebagai alat untuk menyemprotkan tinta.
Semua cephalopoda pada dasarnya adalah hewan pelagis yang berenang dengan daya dorong jet (jet propulusion) untuk memburu mangsa, yang juga perenang. Tanaga dorong tersebut berasal dari air yang disemburkan dari rongga mantel. Mantel terdiri dari dua macam serabut otot, radial dan melingkar. Pada waktu menghisap air, otot melingkar beristirahat, sedangkan otot radial berkontraksi. Dengan demikian volume rongga mantel membesar dan air mengalir masuk ke dalamnya melalui bagian dorsal (Suwignyo, 2005)
Menurut Suwignyo (1998), sotong (Sepia sp.) ini berbeda dengan bentuk Cephalopoda yang lain seperti Loligo ataupun Octopus. Sepia ini sangat mudah diidentifikasi karena tubuhnya yang gemuk dengan sirip yang memanjang pada bagian posteriornya. Sedangkan Loligo mempunyai tubuh yang lebih ramping dengan sirip berbentuk segitiga. Morfologi cangkang ini mampu menunjukkkan jenisnya.
              Mantel pada sotong (Sepia sp.) berwarna putih dengan bintik-bintik merah ungu dan diselubungi selaput tipis yang berlendir pada kedua sisi dorsal mantel terdapat sirip lateral berbentuk segitiga. disekeliling mulutnya terdapat 8 buah lengan dan 2 tentakel yang panjang. Pada permukaan lengan bagian dalam dilengkapi dengan batil isap pada bagian tentakelnya yang berfungsi untuk menangkap mangsa. Alat pergerakan sotong (Sepia sp.) berupa cerobong dan alat kemudian berupa sirip yang letaknya di ujung dorsal.
3. Gurita (Octopus sp.)
Gurita hampir mirip dengan cumi-cumi hanya berbeda bentuk badan dan kepalanya saja. Gurita termasuk hewan tak bertulang belakang yang tidak mempunyai tulang pada tubuhnya, meskipun disebut ikan. Mereka mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bergerak lihai karena adanya sistem yang sangat menarik. Tubuh lunaknya diselimuti oleh lapisan pelindung tebal yang di bawahnya air dalam jumlah besar disedot dan disemburkan oleh otot-otot yang kuat, sehingga memungkinkannya bergerak mundur.
Lapisan tipis kulit yang menutupi lengan dan tubuh makin membantu sistem berenang reaksi pada gurita. Gurita mengapung dalam air dengan cara melambai-lambaikan selaput berbentuk menyerupai tirai ini. lengannya, di pihak lain, berguna menyeimbangkan tubuh selama mengambang. Lengan-lengan juga berguna mengerem untuk menghentikan lajunya.
Pada tubuh gurita tentakel-tentakelnya sangat besar dan agak pendek bila dibandingkan dengan cumi-cumi. Sistem berenang reaksi gurita dan cumi-cumi ternyata bekerja dengan cara dasar yang mirip dengan pesawat jet. Melalui penelitian lebih dekat, jelaslah bahwa sistem otot mereka telah dirancang dengan cara yang paling cocok untuk mereka. Oleh karena itu, tentu saja tidak masuk akal jika menganggap bahwa bentuk rumit seperti ini telah terbentuk melalui kebetulan demi kebetulan Gurita tidak memiliki cangkang sebagai pelindung di bagian luar seperti halnya Nautilus dan tidak memiliki cangkang dalam atau tulang seperti sotong dan cumi-cumi (Romimohtarto, 2001).

4.2.2 Polychaeta

Polychaeta pada umumnya berbentuk memanjang, silindris dan tersusun atas bagian anterior yang terdiri dari prostomium dan periostomium yang mempunyai atau tidak mempunyai parapodia. Bentuk tubuh adalah metamerik sempurna yaitu setiap ruas tubuh memiliki fungsi yang sama. Pada setiap sisi lateral ruas tubuh polychaeta, kecuali kepala dan bagian ujung posterior, biasanya terdapat sepasang parapodia dengan sejumlah besar setae. Parapodia merupakan pelebaran dinding tubuh yang pipih dan biramus, terdiri atas notopodium dan neuropodium, masing-masing disangga (ditunjang) oleh sebuah batang khitin yang disebut acicula. Pada notopodium terdapat cirrus dan pada neuropodium terdapat cirrus ventral. Bentuk parapodia dan satae pada setiap jenis tidak sama, sehingga dipakai untuk identifikasi jenis-jenis polychaeta (Sugiarto, 1989).
Pada prostomium terdapat mata, antena, dan sepasang palp. Sesudah prostomium terdapat peristomium, yaitu ruas yang ada mulutnya. Kecuali beberapa jenis, peristomium merupakan ruas pertama, namun ada kalanya gabungan antara dua atau tiga ruas. Biasanya ruas peristomium mengalami modifikasi dengan adanya alat indera seperti peristomial cirri (cirrus peristomium). Prostomium dan peristomium dianggap sebagai kepala Polychaeta. Peristomium jenis Errantia biasanya tidak mengandung parapodia (Nontji, 1993)
            Kelas Polychaeta dibagi menjadi dua sub kelas, yaitu Errantia yang berkeliaran bebas dan Sedentaria yang menetap. Pada sub kelas Errantia, spesies yang kami amati antara lain : Nerei virens, Eunice veridis, Arabellidae sp. dan . Spesies Errantia jenis spesies yang merayap pada celah batu dan karang, membuat lubang atau lorong dalam pasir dan lumpur, ada pula yang membentuk selubung.
Bentuk kepala cacing Sedentaria biasanya mengalami berbagai modifikasi sesuai dengan fungsinya sebagai ciliary feeder. Dalam beberapa hal, kepala berfungsi sebagai alat pertukaran gas, jadi semacam insang. Prostomium ada yang berbentuk kecil sekali, hingga seperti bibir, misalnya pada Arenicola. Antena dan mata acapkali tidak ada. disebut radiolas. Radiolas ini dapat dilipat atau digulung masuk ke dalam ujung anterior (Sugiarto, 1989).
Ruas-ruas tubuh cacing errantia dapat dikatakan sama bentuk dan ukurannya, sedangkan ruas tubuh jenis sedentaria sama halnya jenis pembuat liang, badannya cenderung mengalami modifikasi. Perbedaannya disebabkan oleh  perbedaan diameter ruas, parapodia atau ada tidaknya insang (Sugiarto, 1989).
4.2.3 Crustacea
 a. Kepiting
Kepiting (Scylla serrata) memiliki karapaks berbentuk heksagonal, memiliki garis lintang oral dan heksagonal, permukaan dorsal cenderung datar sampai cembung halus, bergelombang atau berbutir, permukaan lebar (lebih besar) daripada panjang dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Bagian pinggir bergerigi (tepi anterolateral) berjumlah 5 - 9 gigi ditiap sisi anterolateral, bagian pinggir posrerolateral kadang bersatu jelas. Endopodite dari maxilipped kedua dengan cuping berkembang kuat di sisi dalam. Lengan samping memipih untuk menyesuaikan keadaan, segmen terakhir kedua adalah bagian seperti sepasang kayuh (dayung). Segmen abdominal 3 - 5 menyatu, tidak dapat digerakkan (Romimohtarto, 2001).
Kepiting memiliki dahi lebar terpisah dengan jelas dari sudut supraorbital, bergigi 5 - 6 buah. Sungut kecil (antenulla) terletak melintang atau menyerong. Ruas dasar dari sungut (antena) lebar, sudut antereoxternal berada pada orbit mata. Penampakan depan dengan gigi tajam, granula tajam pada telapak berwarna hijau dan berpola kelereng, pola kelereng pada kaki terakhir terdapat pada kepiting jantan dan betina. Panjang pasangan kaki jalan lebih pendek daripada sapit pasangan kaki terakhir yang berbentuk dayung (Suwignyo, 2005)
Kepiting betina memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada kepiting jantan. Hal ini karena betina mencapai dewasa kelamin lebih dahulu dibanding jantan. Kepiting pertama kali menmcapai dewasa kelamin tergantung pada ukuran, umum, jenis kelamin dan kondisi perairannya
Perbedaan kepiting jantan dan kepiting betina yaitu karapaks pada punggung kepiting jantan lebih cembung berukuran lebih kecil dengan warna relatif lebih gelap daripada karapas punggung kepiting betina. Pada kepiting jantan abdomen lebih lancip dan abdomen betina cenderung melebar dan tumpul.
Pada kepiting karapaksnya terbuat dari lapisan kitin berbentuk hexagonal dan agak cembung, karapaksnya berukuran lebih lebar daripada panjangnya  dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Pada sisi anterolateralnya terdapat sembilan buah duri anterolateral sedang sungut kecil (antenula) terletak menyerong (Afriyanto, 1992).
Scylla serrata mempunyai daktilus bergerak dan daktilus diam padprodopus yang berfungsi membantu memasukkan makanan ke dalam mulut. Pada sepasangkaki jalan terdepannya terdapat ruas-ruas yang terdiri dari  prodopus, karpus dan merus. Kepiting sejati mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Di hampir semua jenis kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi olehmaxillipedcarapace tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang . Insangkepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih ("phyllobranchiate"), mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang berbeda (Wikipedia, 2010).

b. Rajungan
Rajungan merupakan salah satu dari seksi kepiting (Brachyura). Portunus pelagicus mempunyai karapas yang pipih atau agak cembung dan berbentuk heksagonal atau persegi. Karapas berukuran lebar, yang dapat mencapai dua pertiga kali panjangnya. Karapas mempunyai sepasang mata yang bertangkai. Permukaan karapas dibagi ke dalam daerah-daerah yang kurang jelas.
Menurut Romimohartono (2001), menjelaskan garis-garis yang membagi permukaan yaitu : Garis mesogastrica, epibrancil dan metagastrik. Karapas depan berduri empat buah tetapi anterolateral dari karapas berduri 9 buah, durin pertama lebih besar dari duri di belakangnya, kecuali duri ke 9 yang merupakan duri terbesar dan menjorok lurus ke arah sisi. Capit memanjang kokoh, berduri-duri dan berusuk-rusuk. Tepi posterior berduri tajam 3 atau 4 buah.
Rajungan dapat hidup pada habitat yang beraneka ragam , pantai dengan lumpur, pasir, pecahan karang dan laut terbuka. Tetapi rajungan lebih menyukai substrat dasar yang terdiri dari campuran pasir dan lumpur. Rajungan termasuk ornnivorus zoea yakni bahwa rajungan jika di pelihara dalam akuarium tidak akan merusak ikan-ikan hidup tetapi jika ikan tersebut mati maka rajungan mendekati dan memakannya. Pada rajungan dimorphisma kelaminnya dapat berupa perbedaan warna dan corak warna serta bentuk bagian-bagian tubuh tertentu
Perbedaan terdapat pada ruas-ruas badan. Ruas-ruas rajungan betina dewasa lebih besar dibanding ruas perut rajungan jantan. Kedua, pasangan kaki jalan (pleopod) pertama pada rajungan jantan lebih panjang dan relatif ramping dibandingkan dengan betina. Ketiga, kaki renang pada ruas perut rajungan betina berkembang dengan baik, bercabang dan berbulu halus. Sedangkan pada rajungan jantan hanya pada ruas perut pertama dan kedua saja yang berkembang baik. Keempat, pada rajungan dewasa jantan terlihat adanya bercak-bercak berwarna terang kebiruan, pada rajungan betina bercak-bercak ini tidak begitu jelas. 
Kaki jalan pada rajungan ini berjumlah lima pasang. Pasangan pertama berubah menjadi chelliped dan pasangan kaki jalan ke-5 berfungsi sebagai alat pendayung. kaki renang ini tereduksi dan tersembunyi di balik abdomen. Capit memanjang kokoh, berduri-duri dan berusuk-rusuk serta tepi posteriornya  mempunyai duri tajam berjumlah 4 buah.
            Morfologi pada rajungan karapaks pipih atau agak cembung berbentuk bulat telur, berukuran lebih besar daripada panjang dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Rajungan biasanya memakan zooplankton yang ada di perairan sebagai sumber makanan. Zooplankton cenderung kecil dan sesuai dengan bentuk mulut dari rajungan yang lebih kecil dan gerakannya cenderung lambat. Cara memekan dari rajungan ini yaitu makanan ditangkap oleh radula (Afriyanto, 1992).
Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Bila kepiting hidup di perairan payau, seperti di hutan bakau atau di pematang tambak, rajungan hidup di dalam laut. Rajungan memang tergolong hewan yang bermukim di dasar laut, tapi malam hari suka naik ke permukaan untuk cari makan. Rajungan disebut juga “swimming crab” atau kepiting yang bisa berenang. Induk rajungan mempunyai capit yang lebih panjang dari kepiting bakau, dan karapasnya memiliki duri sebanyak 9 buah yang terdapat pada sebelah kanan kiri mata. Bobot rajungan dapat mencapai 400 gram, dengan ukuran karapas sekitar 300 mm (12 inchi), Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri-duri. Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar(Wordpress,2010).




c. Udang
1. Udang windu (Penaeus monodon)
            Menurut Romimoharto (2001), udang windu (P. monodon) termasuk ke dalam golongan udang Penaeid. Udang Penaeid mempunyai ciri khas, yaitu kaki jalan pertama, kedua, dan ketiga bercapit serta kulit chitin (pleura) pada segmen perut yang pertama tidak tertindih oleh kulit chitin pada segmen berikutnya. Secara anatomis baik cephalothorax maupun abdomen terdiri dari segmen-segmen atau ruas-ruas. Hanya karena tertutup oleh carapace maka segmennya tidak terlihat dari luar, berbeda dengan abdomen yang ruas-ruasnya terlihat jelas.
         Menurut Suwignyo (2005), penggolongan udang windu secara lengkap berdasarkan ilmu taksonomi hewan (sistem pengelompokan hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya), yaitu Udang penaeid mempunyai ciri khas, yaitu kaki jalan pertama, kedua, dan ketiga bercapit serta kulit chitin (pleura) pada segmen perut yang pertama tidak tertindih oleh kulit chitin pada segmen berikutnya. Secara anatomis bagian cephalothorax memiliki beberapa anggota tubuh yang berpasangan, yakni sungut mini (antenulla), sirip kepala (skopocherif), sungut besar (antenna), rahang (mandibulla) dan alat pembantu rahang (maxilla). Sementara itu, bagian dada memiliki tiga pasang maxilliped yang berfungsi untuk berenang dengan li pasang kaki jalan (periopoda) yang berfungsi untuk berjalan dan memantu proses makan. Bagian abdomen memiliki lima pasang kaki renang (pleopoda) yang berfungsi untuk berenang dan sepasang sirip ekor (uropoda) yang membantu gerakan melompat dan naik turun. Salah satu ujung sirip ekornya membentuk ujung ekor yang disebut dengan telson. Selain itu, dibawah pangkal ujung ekor terdapat anus untuk membuang kotoran.
Tubuh Udang Windu (P. monodondapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing (, 2010).

2. Udang putih (Penaeus merguensis)
            Sebagaimana udang windu, udang putih (P. merguensis) juga termasuk udang penaeid. Pada udang putih masing-masing ruas badan memiliki anggota badan yang fungsinya bermacam-macam. Pada ruas kepala yang pertama terdapat mata majemuk yang bertangkai. Antena I atau antennules mempunyai dua buah flagella yang pendek dan berfungsi sebagai alat peraba dan pencium. Antenulla mempunyai dua buah cabang pula yaitu cabang pertama (exopodite) yang berbentuk pipih dan tidak beruas dinamakan prosartema, sedangkan yang kedua (endopodhit) berupa cambuk yang panjang dan berfungsi sebagai alat perasa dan peraba (Romimohtarto, 2001).
         Perbedaan antara P. merguiensis dan P. monodon diantaranya yaitu warna kulitnya. Penaeus merguensis mempunyai kulit agak bening (transparant) sedangkan Penaeus monodon mempunyai kulit agak gelap. Selain itu bagian ujung kaki kipas pada Penaeus merguensis berwarna kuning hijau. Penaeus merguensis lebih menyukai dasar perairan lempung liat berpasir, sedangkan Penaeus monodon lebih menyukai tekstur dasar lempung berdebu (lumpur dan pasir). Udang penaeid umumnya bersifat omnivora, juga pemakan detritus dan sisa organisme lain.  Makanan Penaeus merguensis pada tingkat post larva selain jasad renik juga memakan phytoplankton dan alga hijau berbentuk benang (Romimohtarto, 2001).
Spesies udang putih (Peanaeus marguensis) Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau Carapace. Bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau rostrum. Pada bagian atas rostrum terdapat 7 gerigi dan bagian bawahnya 3  gerigi (Wikipedia, 2010).

3. Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii)
            Menurut Hadie (2002), sama halnya dengan  udang lain, udang galah mempunyai tubuh yang terdiri dari ruas-ruas yang ditutupi kulit keras. Tubuh udang galah terbagi tiga bagian, yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu disebut kepala-dada (cephalothorax), bagian badan (abdomen), dan bagian ekor (uropoda). Pada udang galah bentuk dari morfologi berbeda dengan udang lainnya, pada kaki jalan pertama dan kedua, yaitu dactylus mengalami perunahan bentuk menjadi capit (chela) yang berfungsi untuk mengambil makanan terutama makanan berupa potongan. Kaki bercapit kedua tumbuh panjang dan mencolok terutama udang jantan serta terdapat duri-duri (spina) yang tumbuh merata di sepanjang kaki jalan yang lain .
4. Udang Barong (Panulirus sp.)
            Menurut Romimoharto (2001), udang barong atau udang karang merupakan hasil perikanan karang yang memiliki nilai ekonomis penting. Morfologi udang barong secara umum adalah sebagai berikut :
1.          Badannya besar dilindungi kulit keras yang mengandung zat kapur                   (calcareous)
2.         Memiliki duri-duri yang keras, terutama di bagian atas kepala dan antena
3.         Sungut atau antena tumbuh dengan baik, terutama sungut kedua yang panjangnya melebihi panjang badannya
4.         Pada pasangan kaki jalannya tidak mempunyai chella/capit
5.         Warna bermacam-macam yaitu ungu, merah dan abu-abu yang membentuk pola indah. Dari pola pewarnaan serta dari ukuran dan bentuk kepala, udang barong mudah diidentifikasi.

5. Udang Pasir (Scyllarus sp.)
            Menurut Suwignyo (2005), udang pasir atau mantis shrimp umumnya terdapat di daerah tropis, dari kebanyakan spesies hidup dalam lubang di dasar laut atau dalam celah batu dan koral. Bentuk tubuh udang pasir berbeda dengan udang lain adalah seperti belalang sembah (walang keke atau cancorang), tubuhnya panjang dan pipih dorsoventral, carapace lebar seperti perisai dan menyatu dengan 2 ruas thorax pertama, 5 pasang apendix thorax dan tidak bercapit. 5 pasang pleopod, mempunyai insang, uroppod dan telson besar seperti kipas, berukuran 5 cm sampai 36 cm, mata besar dan dan bertangkai, diantaranya terdapat sebuah mata nauplius.
4.2.4 Karang
Dari beberapa spesies karang yang telah diamati dalam praktikum Avertebrata Air diketahui beberapa jenis bentuk karang yaitu karang branching (bercabang) dan karang massive (batu atau tidak bercabang). Karang branching diantaranya Acropora secale, Acropora gemifera, Hydnophora sp., Stylophora sp. dan Porites nigrescens. Karang tersebut memiliki bentuk yang pada umumnya bercabang dengan tipe koralit yang bermacam-macam. Sedangkan karang massive diantaranya Cyphastrea sp., Favites sp., Montastrea sp., Platygyra sp., Fungia sp., Echinopora gemmacea, Pavona cactus dan Galaxea faficularis. Karang massive yaitu jenis karang batu dengan bentuk tidak bercabang seperti karang branching, tipe koralit pada karang massive yang diamati pada setiap spesies saat praktikumpun berbeda-beda.

a. Karang branching

1. Acropora sp.
Acropora sp memiliki karakter yaitu koloni dengan percabangan digitata yang gemuk pada pangkal dan meruncing di ujung yang diakhiri dengan axial koralit yang relatif kecil. Radial koralit dengan bentuk seragam, dengan letak yang membentuk lajur-lajur yang teratur (Suharsono, 2004).
Dari hasil yang diperoleh pada pengamatan Acropora gemifera diketahui bahwa tipe koralitnya adalah plocoid yaitu bentuk permukaan yang tidak rata sebagai akibat dari pada setiap individu membentuk tonjolan dari setiap koralitnya. Warnanya putih karena karang tersebut sudah mati.
2.   Hydnophora sp.
Hydnophora sp. memiliki karakter yaitu koloni bercabang dengan koralit berbentuk hydnoporoid kecil. Koloni sering membentuk koloni pendek dan tebal. Warnanya hijau atau coklat muda. Tersebar di seluruh perairan Indonesia, sangat umum dijumpai terutama di lereng terumbu (Suharsono, 2004).
Dari hasil yang diperoleh pada pengamatan Hydnophora sp. diketahui bahwa tipe koralitnya adalah flabellate yaitu individu-individu tidak hanya membentuk alur pada satu dataran tetap, setiap alur individu menonjol ke arah vertikal dari bidang horizontal (ke atas). Warnanya putih karena karang tersebut sudah mati.

b.      Karang massive
1.      Favites sp.
          Favites sp. merupakan koloni massive, membulat dengan ukuran yang relatif besar. Koralit berbentuk cerioid dengan pertunasan intratentakuler dan cenderung berbentuk polygonal. Tidak terlihat adanya pusat koralit. Septa berkembang baik dengan gigi-gigi yang jelas. Pada beberapa jenis, pali berkembang dengan baik. Warnanya coklat, abu-abu atau kehijauan (Suharsono, 2004).
Dari hasil yang diperoleh pada pengamatan Favites sp. diketahui bahwa tipe koralitnya adalah cerioid yaitu bentuk permukaan yang datar atau rata dari rangka individu yang membentuk koloni tersebut. Warnanya putih karena karang tersebut sudah mati.


2.      Fungia sp.
 Fungia sp. memliki ciri khas yaitu hidup soliter atau membentuk koloni, bentuknya bulat sampai oval, massive atau perforasi tidak melekat, melekat hanya pada waktu masih anakan, mulut terdiri dari satu atau lebih, septa besar dengan gigi bervariasi yang dilanjutkan sebagai kosta yan berbentuk gigi. Variasi bentuk gigi dipakai untuk membedakan satu jenis dengan lainnya. Warnanya coklat tua, coklat muda atau (Suharsono, 2004).
 Dari hasil yang diperoleh pada pengamatan Fungia sp. diketahui bahwa tipe koralitnya adalah solitair yaitu bentuk ini adalah bentuk yang paling primitif dibanding bentuk-bentuk yang lain. Kebanyakan karang yang memiliki betuk ini adalah ahermatypic. Warnanya putih karena karang tersebut sudah mati.

4.2.5  Echinodermata
              Termasuk dalam kelas Echinodermata adalah Asteroidea (bintang laut). Echinodermata merupakan binatang laut yang berkulit duri. Echinodermata, khususnya kelas Asteroidea mempunyai bentuk tubuh simetris radial dan mempunyai sistem sceleton yang terdiri dari ossicula yang terbentuk dari CaCO3. Pada sceleton tersebut berpangkal spinae yang dapat bergerak ataupun tidak dapat bergerak. Echinodermata dapat dijumpai di daerah pantai terutama perairan yang berkarang (Sugiarti, 1998).
            Rata-rata spesies dalam kelas Asteroidea mempunyai sistem amburakral yang berhubungan dengan gerakan lokomosi dan fungsi lainnya. Cara perkembangbiakan bintang laut secara amphigoni gonochorishis, pada stadium larvanya Asteroidea sudah mempunyai simetri bilateral. Dalam hal ini Asteroidea mempunyai celom besar, tractus digestivus, nervosum, perihemale dan lacunale (Sugiarti, 1998).
            Echinodermata yang diamati yaitu bintang laut (Asteroidea) dan bulu babi (Echinoidea). Adapun spesies yang kami amati yaitu: Protoreaster nodusus, Linckia leavigata, Pentagonaster sp., Diadema setosum, Arbacia punctulata dan Echinometra mathaei.

a. Bulu babi (Echinoidea)
            Spesies bulu babi (Echinoidea) yang diamati termasuk dalam genus Diadema dan genus Echinometra, umumnya dikenal dengan nama bulu babi/sea urchin. Bentuk dari Diadema setosum bulat atau pipih bundar dan berwarna hitam, tidak bertangan, mempunyai duri- duri yang panjang dan tajam yang dapat digerakkan berukuran 10 cm, terbuat dari zat kapur dan berbahaya. Diantara duri-duri tubuh terdapat pedicellaria. Duri sebagai alat pertahanan karena duri mengandung racun yang hanya dapat dinetralisir dengan amonia (Jasin, 1984).
Diadema setosum hidup pada substrat batu dan lumpur di daerah litoral sampai kedalaman 5000 m, bergerak atau merayap dengan kaki tabung dan duri-duri. Semua organ dalam pada bulu babi umumnya terletak dalam tempurung. Gerakannya lambat, dengan menggunakan duri-duri ventral, jika merayap menggunakan kaki-kaki tabung. Fertilisasi eksternal dengan larva echinopluteus yang pelagik. Diadema setosum merupakan golongan subkelas regularia, biasanya ukuran durinya sama panjang kecuali bagian oral dan aboral yang berduri lebih pendek.
Echinometra mathaei bentuknya hampir mirip dengan Diadema setosum, tetapi lebih bulat dan berwarna coklat, duri-duri pada tubuhnya relatif tidak beracun dan cenderung tumpul (tidak tajam) dengan ukuran 3 cm umumnya hidup di pinggir-pinggir pantai yang berupa batu-batu karang. Tidak agresif  dan bisa berdiam diri pada suatu tempat dalam jangka waktu yang lama. Umumnya hidup bergerombol.

b. Bintang Laut (Asteroidea)
            Biasanya disebut Bintang laut karena umumnya bentuknya seperti bintang dimana kebanyakan spesies mempunyai 5 buah tangan. Pada tiap ujung tangan terdapat tentakel dengan bintik pigmen merah. Anus terdapat ditengah pisin aboral, dimana terdapat juga madreporit. Permukaan tubuh bintang laut tidak halus karena bertaburan duri-duri, papula dan pedicelaria lapisan epidermis mengandung sel lendir, yang menghasilkan lendir untuk melindungi tubuh. Di bawah epidermis terdapat lapisan tebal jaringan penghubung dimana terdapat susunan rangka dalam (endoskeleton).  
            Saluran pencernaan terdiri atas mulut, perut berhubungan dengan pangkal pilorik caecum pada masing-masing tangan, usus dan anus. Asteroidea termasuk karnivora dan memangsa berbagai avertebrata lain, polip coelenterata, bahkan ikan. Beberapa jenis merupakan pemakan bingkai. Bintang laut melakukan reproduksi aseksual dengan pembelahan, yang disebut fissiparity, artinya membelah dengan jalan fission. Asteroidea umumnya dioecious, mempunyai 5 pasang gonad pada tiap tangan.
            Protoreaster nodusus termasuk ordo Platyasterida, tubuhnya berwarna coklat muda, memiliki bentuk yang hampir sama dengan Pentagonaster sp. tetapi pada permukaan aboral terdapat duri-duri yang tajam dan terbuat dari zat kapur atau calcareous. Warnanya coklat kekuning-kuningan. Pada tiap lengannya terdapat deretan kerucut-kerucut kecil. Radius tubuhnya sampai sekitar 10 cm. Bintang laut ini juga dikenal sebagai bintang laut "bertanduk" atau Chocolate Chip bintang laut, karena mereka memiliki barisan spines atau "tanduk" yang berwarna hitam berbentuk kerucut poin diatur dalam satu baris, radially di sisi sirip belakang, yang dapat berkarat dan menjadi blunt
            Linckia leavigata merupakan ordo Valvatida, mempunyai kaki tabung yang berpenghisap. Warnanya putih, mempunyai ciri yang khas yaitu batas cakram pusat dengan lengan tidak jelas. bentuknya hampir sama dengan Luidia (hewan primitif dan biasanya telah punah) tetapi lebih kecil ukurannya, anus terletak di tengah pisin aboral). Warnanya sangat kontras dibandingkan dengan lingkungannya karenanya mudah dikenali dalam alam. Tiap lengannya berbentuk memanjang sampai 15 cm atau lebih.
            Pentagonaster sp., merupakan jenis bintang laut yang memiliki warna coklat tua ataupun cokat muda, memiliki bintil-bintil keras pada seluruh permukaan aboral. Bentuk tubuh simetri radial 5 penjuru, permukaan tubuh menjadi 5 bagian yang simetris, terdiri atas daerah ambulakral tempat menjulurkan kaki tabung dan daerah interambulakral. Hidupnya soliter sampai kedalaman 400 m, makanan utamanya molusca, bivalvia, dan bangkai serta tunas karang muda. Termasuk ordo Spinulosida, terdapat lempengan-lempengan marginal yang jelas, kaki tabung berpenghisap.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Avertebrata Air adalah sebagai berikut:
1.      Avertebrata air mempelajari beberapa filum diantaranya yaitu filum molusca, polychaeta, crustacean, karang dan echinodermata.
2.      Biota yang dipraktikumkan berjumlah 41 spesies.
3.      Setiap masing-masing biota memiliki bagian-bagian morfologi dan fungsi yang berbeda.
5.2  Saran
            Saran yang dapat di sampaikan dari praktikum Avertebarata Air adalah sebagai berikut :
1.      Lebih teliti dalam melakukan identifikasi pada setiap spesies
2.      Memanfaatkan waktu seefesien mungkin.